Awal mula saya (tertarik) mempelajari islam adalah ketika SMA di dauroh bersama ustadz Dr. Ali Musri, ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, ustadz Muhtarom, dll. dengan tema ‘Rukun Iman’. Saya kagum dengan mereka ketika ceramah seperti mengalir dalam mengeluarkan ayat-ayat, hadits-hadits serta syarah/penjelasan dari keduanya dari Imam-imam besar. Ditambah lagi dengan tahu background pendidikan salah satu dari mereka yang mendapat high distinction dalam program doktoralnya (summa cumlaude dalam bahasa kita). Mulai saat itu saya menyempatkan waktu luang untuk hadir di pengajian-pengajian islam. Terutama pengajian rutin ustadz Abdurrahman Thoyyib, Lc -hafizhohullah- dalam bidang tauhid dan aqidah.
Model saya adalah orang yang tidak suka didikte atau dijejali pemikiran begitu saja, muncul pemikiran,”Saya pengen cari tahu lebih. Gimana caranya? Oh iya, islam itu di dalam bahasa arab. So kalo mau tahu harus lah belajar bahasa arab”. Kebetulan ada kakak kelas yang memiliki kenalan guru bahasa arab. Saya belajar dengan beliau di saat beliau masih di kamar kecil hingga sekarang menjadi besar -semoga Allah membalas jasa beliau, memberikan beliau kelapangan dalam rizki, dan kekuatan untuk terus mengajar-. Saya temukan bahwa agama islam adalah agama yang benar-benar didasarkan oleh ilmu dan mempunyai basis yang sangat kuat.
Sampailah saat penghujung SMA. Fisika UI memang sudah menjadi incaran sejak lama, walau dipendam dan jarang yang mengetahui, akan tetapi mulailah muncul pertentangan,”Ini (pelajaran agama) kok tambah keren ya”. Eh, pas sudah diterima fisika UI dan ingin mengisi daftar ulang, keluar lah perizinan dari keluarga untuk belajar agama. “Ini formulir apa kok bahasa arab?” Tanya kakek. “Oh ini formulir LIPIA, Kai. LIPIA itu kampus islam dari Saudi tapi di Jakarta” jawab saya. “Oh, yaudah kalo mau belajar agama di pondok, gak papa. (Sorry, Lipia dikira pondok, wkwk)” jawab kakek. Dengan nasihat dari ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan akhirnya saya tidak melanjutkan untuk daftar di lipia karena beberapa faktor.
Sesampainya di UI Depok, saya coba belajar lagi islam, harus lebih dalam bahkan, mengingat kondisi disini jauh sekali dari kondisi baik (baik dalam term saya). Fitnah dunia banyak sekali. Ckck. Mulai dari perempuan, kegiatan, dsb. Mencoba mengelana Jabodetabek (walaupun dikit dan belum pantas dikatakan mengelana sih hehe) sampailah di Cileungsi. Mencoba menghadiri pengajian fiqh kontemporer ustadz Dr. Erwandi Tarmizi. Komentar saya di awal,”Apaan nih! Gila susah banget! Hadeuh! Wah ane gak boleh kalah nih, harus bisa! Tapi keren gan! Ilmiah banget! Ada riset-risetnya!”. Saya lihat juga background beliau dan saya temukan beliau menyelesaikan disertasi doktoralnya dan buku beliau berbarengan, dapet distinction (cumlaude), serta doktor ushul fiqh dari indonesia pertama yang lulus dari universitas al-imam.
Semakin bertambah kuat lah bahwa emang islam itu agama keren, ilmiah, serta sempurna! Moga selalu istiqomah Aamiin