Saya pribadi lebih suka menganggap ejekan sebagian kalangan terhadap ulama dengan berkata,”Ulama lo duduk doang di kantor berAC. Ulama lo sukanya bahas haidh dan nifas. Dasar ulama Haidh dan Nifas! Mana aksi nyata untuk masyarakat?” sebagai celaan bagi yang mencela. Coba lah kita berkaca. Ulama yang membahas haidh dan nifas itu ulama yang nggak sembarangan. Kemudian ulama-ulama di zaman dahulu ketika menuliskan tentang haidh dan nifas bisa sampai satu jilid buku. Sebagaimana yang disampaikan oleh Akh Hasan Al-Jaizy,”Imam An-Nawawiy berencana menuliskan perkara haidh di dalam Al-Majmu Syarh Al-muhadzdzab satu jilid penuh, tapi akhirnya setengah jilid saja”. Imam Ahmad belajar haidh dan nifas bertahun-tahun. Masih banyak contoh yang bertaburan dari ulama-ulama yang menjadi bintang yang menerangi umat dengan ilmunya.
Aksi nyata mereka? Tulisan dan fatwa-fatwa mereka dalam haidh dan nifas sudahlah menjadi bukti. Mereka mengayomi perempuan yang setiap bulan mengalami haidh dengan ilmu. Mereka mengayomi perempuan yang pasti akan melahirkan (variabel mandul, keguguran, dsb diabaikan) dengan ilmu. Mereka mengayomi orangtua ketika anak perempuannya umur delapan tahun kok tiba-tiba mengeluarkan darah dengan ilmu. Mereka mengayomi ibu yang telah melahirkan dan darah nifas yang dikeluarkan terkadang keluar terkadang tidak dengan ilmu.
Jangan bandingkan dengan kita yang baru pengabdian masyarakat semester sekali. Pengabdian masyarakat ulama dengan ilmu mereka, khususnya haidh dan nifas, dibutuhkan umat secara periodik tiap bulan bahkan.
Janganlah mencela ulama, Akh! Darah ulama beracun! (Pinjam istilah sebelah)