Catatan Ringan : Perbedaan Perspektif
Tepatnya Kamis, 25 Februari 2016, saya menghadiri seminar ICMSS di FEB UI. Iseng aja sebenarnya. Cuma pengen melihat dan mendengar presentasi orang-orang dari JPMorgan, Morgan Stanley, Schroeder. Sampailah saya pada sesi kedua, saat itu ada dua orang narasumber. Satu dari IDX dan satu dari Mandiri Sekuritas. Pada Q&A session, saya sempatkan bertanya mengenai infrastruktur untuk melakukan algorithmic trading dan prospek quant di Indonesia.
Berikut catatan saya:
1. Kedua narasumber menguatkan bahwasanya di Indonesia segera akan hadir produk produk derivatives. Keduanya pun menguatkan bahwasanya derivatives adalah masa depan pasar Indonesia.
2. Bapak narasumber dari IDX menjawab pertanyaan saya bahwa algorithmic trading hanya sebatas ‘kali bagi tambah kurang’, selanjutnya saya singkat menjadi ‘kabataku’. Jawaban beliau mengguncang ekspektasi saya. Hehe.
3. Bapak dari IDX menukil tentang Black-Scholes Equation ketika menjawab pertanyaan mengenai derivatives. Beliau membawa asumsi bahwa volatility sekarang sama dengan volatility masa depan.
4. Prospek Quant di Indonesia sangat besar. Tapiiiii. Mengingat pasar di Indonesia ini masih kecil dan belum sebesar dan sekompleks di US, mungkin quant belum terlalu di eksplorasi.
5. Bapak dari IDX membawa argumentasi bahwa kedepannya pasar sangat membutuhkan orang-orang dengan background Mathematics atau Physical science atau computer science daripada background business/manajemen. Ups. Maaf teman-teman yang tersinggung.
Oke itu catatan saya (di dalam otak). Berikut komentar atas catatan saya. Kebetulan tidak bisa berbalas argumen dengan narasumber karena memang Q&A, bukan diskusi wkwk.
1. Hmmm. Well, ketika algorithmic trading atau quant dikatakan job yang hanya butuh kabataku, saya kira background penjawab memang seorang practitioner. Black-Scholes Equation / Model ini adalah PDE (Partial Differential Equation; some say stochastic differential equation). Kebetulan pula beberapa ilmuwan bisa membuat simplifikasi dengan kabataku. (Further reference coba buka buku Paul Wilmott tentang FAQ quantitative finance). At least kalo pun harus menyelesaikan Black-Scholes tanpa kabataku, kita juga bisa selesaikan problem PDE dengan finite difference method atau Monte Carlo.
2. Black-Scholes memberikan asumsi bahwa volatility masa yang akan datang sama dengan masa sekarang. In fact, ini gak mungkin. Tapi untuk mempermudah (daripada memperumit) matematiknya, diasumsikan sama. Tapi kalo dengan ‘enteng’ mengasumsikan demikian untuk ‘bermain’ di derivatives, hhhhmmm…..
3. Katanya sih sampai sekarang Black-Scholes masih menjadi powerful tools untuk derivatives. Kata internet dan beberapa orang yang ‘pindah agama’ ke Finance juga gitu. But they don’t stop there! Emanuel Derman, murid dari Fisher Black (nah pak Fisher Black ini, dulu s1 nya fisika tapi s3 nya ekonomi kalo gak salah, yang nurunin sampe dapet Black-Scholes Equation), ketika kerja di Goldman Sachs pun nggak berhenti dengan penggunaan satu model saja.
4. Berbicara tentang derivatives, saya jadi agak takut kalo misal di Indonesia (nantinya) derivatives ini jadi tidak terkontrol oleh pemerintah. Ngeri-ngeri gimana gitu. Semoga otoritas pemegang kekuasaan membuat regulasi ini dan tidak terlena dengan ‘mudahnya’ derivatives ini menghasilkan ‘uang’. (Sounds little bit Keynesian? Wkwk)
5. Berbicara tentang derivatives, gimana ya dari sisi syariah islam? Agak-agak ngeri juga berhubung secara matematik kita bisa memprediksikan harga kedepannya. Ku tak tahu.
6. Masih banyak sekali yang harus dipelajari. Banyak kosakata yang saya nggak ngerti. Hadeuh. Skripsi dan fokus membenahi kondisi fisik dulu ae lah. Alhamdulillah dah berhasil di compile. Sekarang harus tuning parameter dan mulai nyicil bab 1 – bab 3.
Sekian catatan kecil saya. Sebenernya seminar ini juga membuat saya bertanya-tanya agak banyak. Mulai dari over subscriber ke perusahaan yang sudah IPO. Bisa dilacak gak sih? Sampai ke pertanyaan paling filosofis (setelah bertemu dewa-dewa IE; Hazmi, Pyan, Rifqi dan bertemu mas Gigih dari finance), sebenernya saya ini mau ngapain? Hhmm.
—
Depok, 25 Februari 2016
View on Path