Berbicara LGBT, ini adalah pendapat saya
.
1. Cakupan diskusi LGBT yang ada di media sekarang -baik itu yang sedang ramai malam ini di sebuah stasiun televisi, media sosial online, atau konten promosi berbau propaganda- TIDAK terarah dan terlalu umum.
.
Apa yang ingin kita diskusikan?
.
Apakah penyikapan LGBT dalam konteks bermasyarakat? .
Apakah penyikapan LGBT dalam konteks sains genetika?
.
Apakah penyikapan LGBT dalam konteks penyuluhan?
.
Apakah penyikapan LGBT dalam konteks pembangunan negara dan manusianya?
.
Dst.
.
.
2. Nampaknya Indonesia ini kental sekali ingin terjadi paradigm shift terkait agama dan konteks ilmu sosial, terutama dalam pembahasan sensitif seperti LGBT.
.
Saya jadi teringat ketika dinasti Qin mempersatukan dataran China (well actually sebagian kalangan berpendapat kata China sendiri berasal dari Qin). Filosofi dasar Qin adalah Legalism. Disaat yang sama, sebelum dipersatukan China dalam satu panji, negara-negara pada warring states memiliki filosofi yang berbeda. Beragam mulai dari Confucianism, Taoism, dll.
.
Setelah dipersatukan, banyak aliran pemikiran yang dilarang dan dianggap terlarang. Banyak textbook yang terlupakan dan terbakar.
.
Padahal ini filosofi yang berasal dari pemikiran manusia.
.
Setelah dinasti Qin jatuh, dinasti Han dan beberapa dinasti setelahnya seperti mengatakan bahwa Legalism itu tidak cocok dalam pembangunan negara.
.
*eh ternyata dalam hal administrasi negara, beberapa dinasti tidak bisa lepas dari filosofi legalism*
.
Mirip ceritanya seperti di negara kita. Banyak sekali yang ingin mengesampingkan agama dalam konteks berbicara ilmu sosial. Agama hanya dipakai ketika saat saat tertentu. Layaknya makanan prasmanan. Dimakan yang disukai saja.
.
*ups*
.
Terkadang kita lupa bahwa dari pemikiran agama, banyak sekali ilmu sosial yang dihasilkan. Contoh saja karya Ibnu Khaldun, Muqoddimah. Berapa banyak para ilmuwan dan ekonom yang terinspirasi dari karya historis nan membangun peradaban beliau?
.
.
—
.
Ah sudah malam, ikan bobo.
View on Path