Ditulisulang dari artikel Majalah As-Sunnah Edisi 02 Mei 2009
SEBAB TERJADINYA NAWAZIL
[Diangkat oleh Abu Ismail Muslim Al-Atsari dari kitab Fiqh Nawazil 1/18-25 karya Muhammad Husain Al-Jizani]
I. SEBAB TERJADINYA NAWAZIL
Setiap zaman ada nawazil (kasus-kasus baru) yang khusus. Pada zaman ini perkembangan nawazil begitu cepat. Kemungkinan penyebabnya kembali kepada dua perkara:
PERTAMA: Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kemajuan Teknologi
Pada abad ini telah terjadi revolusi teknologi yang sangat besar. Dengan adanya penemuan tenaga listrik maka sarana-sarana transportasi pun berubah, yaitu dengan diciptakan mobil, pesawat terbang, dan kereta api. Berkembang pula sarana-sarana komunikasi, informasi, dan pengajaran; ditandai dengan pengadaan telepon, radio, komputer, parabola, dan internet. Dikembangkan pula alat-alat medis modern yang belum dikenal sebelumnya. Sebagaimana juga ditemukan berbagai nutrisi dan obat-obatan baru yang bisa dipergunakan pada manusia, hewan, dan tanaman. Berbagai perkembangan ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap terjadinya nawazil dan masalah-masalah yang muncul.
KEDUA: Penyimpangan
Yaitu sikap manusia yang kurang konsekuen dalam menjalankan hukum-hukum agama. Akibat dari perbuatan mereka yang kurang konsekuen itu atau bahkan ini merupakan wujud dari ketidakkonsekuenan mereka yaitu bermewah-mewahan dalam berbagai kenikmatan seperti makanan, perumahan, kendaraan, pakaian; tersibukkan dengan berbagai permainan dan tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir. Kondisi seperti ini telah diisyaratkan dalam perkataan ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz
Permasalahan-permasalahan akan bermunculan seukuran dengan penyimpangan yang dilakukan oleh manusia
II. HUKUM IJTIHAD PADA NAWAZIL
Melakuka ijtihad dalam nawazil hukumnya wajib kifayah bagi umat ini. Namun terkadang menjadi wajib ‘ain bagi orang-orang (ulama; pent) yang ditugaskan untuk mengkaji berbagai nawazil. Bagi orang-orang ini, mengkaji nawazil hukumnya wajib ‘ain.
Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyebutkan bahwa mayoritas ulama tidak suka memikirkan masalah-masalah yang belum terjadi dan (membenci) memperpanjang pembicaraan tentang sesuatu sebelum terjadi. Mereka menilainya sebagai perbuatan menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
Tentang hal ini, ada sebuah hadits dari nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi di dalam Sunannya, 1/49, dari Wahb bin ‘Umair, bahwa nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Janganlah suatu kaum tergesa-gesa (membicarakan) suatu masalah sebelum masalah itu terjadi. Sesungguhnya jika kamu tidak tergesa-gesa (membicarakan) masalah sebelum masalah itu terjadi, maka ketika masalah itu terjadi, di kalangan kaum muslimin itu akan selalu ada orang-orang yang diberi taufik dan benar jika dia berbicara. Namun jika kalian tergesa-gesa (membicarakan) masalah itu (sebelum terjadi-, pent), maka hawa nafsu-hawa nafsu akan menjadikan kalian saling berselisih. Kalian akan diseret kesana dan kemari. [Beliau menunjuk ke arah depan dan ke arah kiri]
Oleh karena itu, di antara syarat-syarat permasalahan yang boleh diijtihadkan adalah masalah-masalah tersebut telah terjadi di tengah kaum muslimin. Sedangkan masalah-masalah yang belum terjadi, maka terkadang melakukan ijtihad pada masalah itu hukumnya makruh, dan terkadang haram. Demikian pula tidak wajib mengkaji masalah-masalah yang haya terjadi di tengah-tengah masyarakat kafir, seperti permasalahan bank sperma.
III. URGENSI IJTIHAD PADA NAWAZIL
Melakukan ijtihad pada nawazil zaman sekarang ini terlihat urgensinya pada point-point berikut:
1. Menjelaskan bahwa syariat ini cocok untuk setiap zaman dan tempat, dan menjelaskan bahwa syariat Islam ini merupakan syariat yang kekal serta bisa memberikan solusi yang mujarab terhadap semua problem dan masalah yang rumit
2. Membangkitkan dan mengingatkan umat ini terhadap bahaya berbagai masalah yang menerima kaum muslimin. Juga hal-hal yang sangat bertentangan dengan kaedah-kaedah dan tujuan-tujuan agama islam. Dan sangat disayangkan bahwa permasalahan-permasalahan itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam sedangkan hakekat (hukum) syariat terhadap permasalahan-permasalahan itu tidak diketahui oleh mayoritas kaum muslimin
3. Memberikan hukum-hukum syariat yang sesuai pada masalah-masalah yang baru muncul tersebut merupakan tuntutan dan syariat yang tegas menuju penerapan praktis yang akan memperlihatkan keindahan islam dan menunjukkan ketinggian aturan-aturannya
4. Adanya kebutuhan untuk mewujudkan informasi lengkap berdasarkan petunjuk syariat islam yang mencakup permasalahan-permasalahan zaman ini dan masalah-masalah yang baru
5. Tidak diragukan bahwa memberikan syariat-syariat yang sesuai pada masalah-masalah yang baru muncul di setiap zaman tersebut merupakan tugas utama alam tajdid agama (pembaharuan menuju syariat), dan menghidupkan rambu-rambu tajdid yang telah pudar