Dan Ya’qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri”. Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Ibnu Katsir berkata :
يقول تعالى إخباراً عن يعقوب عليه السلام, إنه أمر بنيه لما جهزهم مع أخيهم بنيامين إلى مصر أن لا يدخلوا كلهم من باب واحد, وليدخلوا من أبواب متفرقة, فإنه كما قال ابن عباس ومحمد بن كعب ومجاهد والضحاك وقتادة والسدي وغير واحد إنه: خشي عليهم العين, وذلك أنهم كانوا ذوي جمال وهيئة حسنة, ومنظر وبهاء, فخشي عليهم أن يصيبهم الناس بعيونهم, فإن العين حق تستنزل الفارس عن فرسه
“Allah berfirman mengkhabarkan tentang Ya’qub ‘alahis-salaam bahwasannya ia memerintah anak-anaknya ketika mempersiapkan mereka bersama saudara mereka, Bun-yamin, ke Mesir agar mereka tidak masuk semuanya dari satu pintu, akan tetapi dari beberapa pintu yang berlainan. Sesungguhnya Ya’qub – sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Muhammad bin Ka’b, Mujahid, Adl-Dlahhak, Qatadah, As-Suddi, dan yang lainnya – mengkhawatirkan mereka dari Al-‘Ain (pengaruh mata). Hal itu disebabkan karena anak-anak Ya’qub tersebut tampan-tampan dan menawan. Maka Ya’qub mengkhawatirkan mereka akan pengaruh ‘Ain dari orang-orang yang memandang mereka, karena Al-‘Ain adalah haq (benar) yang dapat mengakibatkan seorang penunggang kuda jatuh dari kudanya”.
Kemudian beliau melanjutkan :
QS. Al-Qalam : 51
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”.
Dalil dari As-Sunnah Ash-Shahihah
وَلِهَذَا أَمَرَ اللّهُ – سُبْحَانَهُ – رَسُولَهُ أَنْ يَسْتَعِيذَ بِهِ مِنْ شَرّهِ وَتَأْثِيرُ الْحَاسِدِ فِي أَذَى الْمَحْسُودِ أَمْرٌ لَا يُنْكِرُهُ إلّا مَنْ هُوَ خَارِجٌ عَنْ حَقِيقَةِ الْإِنْسَانِيّةِ وَهُوَ أَصْلُ الْإِصَابَةِ بِالْعَيْنِ فَإِنّ النّفْسَ الْخَبِيثَةَ الْحَاسِدَةَ تَتَكَيّفُ بِكَيْفِيّةٍ خَبِيثَةٍ وَتُقَابِلُ الْمَحْسُودَ فَتُؤَثّرُ فِيهِ بِتِلْكَ الْخَاصّيّةِ وَأَشْبَهُ الْأَشْيَاءِ بِهَذَا الْأَفْعَى فَإِنّ السّمّ كَامِنٌ فِيهَا بِالْقُوّةِ فَإِذَا قَابَلَتْ عَدُوّهَا انْبَعَثَتْ مِنْهَا قُوّةٌ غَضَبِيّةٌ وَتَكَيّفَتْ بِكَيْفِيّةٍ خَبِيثَةٍ مُؤْذِيَةٍ فَمِنْهَا مَا تَشْتَدّ كَيْفِيّتُهَا وَتَقْوَى حَتّى تُؤَثّرَ فِي إسْقَاطِ الْجَنِينِ وَمِنْهَا مَا تُؤَثّرُ فِي طَمْسِ الْبَصَرِ كَمَا قَالَ النّبِيّ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ فِي الْأَبْتَرِ وَذِي الطّفْيَتَيْنِ مِنْ الْحَيّاتِ إنّهُمَا يَلْتَمِسَانِ الْبَصَرَ وَيُسْقِطَانِ الْحَبَل
………..بَلْ التّأْثِيرُ يَكُونُ تَارَةً بِالِاتّصَالِ وَتَارَةً بِالْمُقَابَلَةِ وَتَارَةً بِالرّؤْيَةِ وَتَارَةً بِتَوَجّهِ الرّوحِ نَحْوَ مَنْ يُؤَثّرُ فِيهِ وَتَارَةً بِالْأَدْعِيَةِ وَالرّقَى وَالتّعَوّذَاتِ وَتَارَةً بِالْوَهْمِ وَالتّخَيّلِ وَنَفْسُ الْعَائِنِ لَا يَتَوَقّفُ تَأْثِيرُهَا عَلَى الرّؤْيَةِ بَلْ قَدْ يَكُونُ أَعْمَى فَيُوصَفُ لَهُ الشّيْءُ فَتُؤَثّرُ نَفْسُهُ فِيهِ وَإِنْ لَمْ يَرَهُ وَكَثِيرٌ مِنْ الْعَائِنِينَ يُؤَثّرُ فِي الْمَعِينِ بِالْوَصْفِ مِنْ غَيْرِ رُؤْيَةٍ وَقَدْ قَالَ تَعَالَى لِنَبِيّهِ : {وَإِنْ يَكَادُ الّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمّا سَمِعُوا الذّكْرَ } [ الْقَلَمُ 51 ] . وَقَالَ {قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ الْفَلَقِ مِنْ شَرّ مَا خَلَقَ وَمِنْ شَرّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ وَمِنْ شَرّ النّفّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ وَمِنْ شَرّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ }. فَكُلّ عَائِنٍ حَاسِدٌ وَلَيْسَ كُلّ حَاسِدٍ عَائِنًا فَلَمّا كَانَ الْحَاسِدُ أَعَمّ مِنْ الْعَائِنِ كَانَتْ الِاسْتِعَاذَةُ مِنْهُ اسْتِعَاذَةً مِنْ الْعَائِنِ وَهِيَ سِهَامٌ تَخْرُجُ مِنْ نَفْسِ الْحَاسِدِ وَالْعَائِنِ نَحْوَ الْمَحْسُودِ وَالْمَعِينِ تُصِيبُهُ تَارَةً وَتُخْطِئُهُ تَارَةً فَإِنْ صَادَفَتْهُ مَكْشُوفًا لَا وِقَايَةَ عَلَيْهِ أَثّرَتْ فِيهِ وَلَا بُدّ وَإِنْ صَادَفَتْهُ حَذِرًا شَاكِيَ السّلَاحِ لَا مَنْفَذَ فِيهِ لِلسّهَامِ لَمْ تُؤَثّرْ فِيهِ وَرُبّمَا رُدّتْ السّهَامُ عَلَى صَاحِبِهَا.
………..
Kadang-kadang pengaruh tersebut terjadi melalui kontak (persentuhan), perlawanan, pandangan, mengerahkan ruh kepada orang yang akan dipengaruhi, doa-doa, jampi-jampi, ta’awudz (doa meminta perlindungan), atau dengan mengkhayalkan dan membayangkan. Pengaruh jiwa orang yang melakukan Al-‘Ain itu tidak hanya tergantung pada pandangan, bahkan bisa jadi matanya buta kemudian dijelaskan padanya sesuatu lalu jiwanya bisa mempengaruhinya sekalipun tidak melihat. Banyak orang yang mempunyai Al-‘Ain dapat mempengaruhi orang yang didengki hanya melalui penjelasan yang didengarnya tanpa melihatnya. Dan sungguh Allah telah berfirman kepada Nabi-Nya : “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran” [QS. Al-Qalam : 51]. Dan Allah juga berfirman : Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [QS. Al-Falaq : 1-5]. Maka setiap pelaku ‘Ain adalah pendengki, namun tidaklah setiap pendengki itu adalah pelaku ‘Ain. Seorang pendengki lebih umum daripada seorang pelaku ‘Ain, sehingga isti’adzah terhadap orang yang dengki (dalam ayat) sudah mencakup isti’adzah dari para pelaku ‘Ain. Ia adalah “anak panah” yang keluar dari jiwa seorang pendengki dan pelaku ‘Ain kepada orang yang didengki, yang kadang-kadang menimpanya tapi juga kadang-kadang tidak mengenainya. Jika kebetulan orang yang didengki itu “telanjang” tidak ada “perlindungan” sama sekali, maka pasti akan mempengaruhinya. Jika orang yang didengki itu dalam keadaan “siap membawa senjata”, maka tidak akan mampu menembusnya. Bahkan mungkin anak panah itu akan kembali pada orang yang meluncurkannya” [idem 4/153-154].
-
Orang yang dengki lebih umum daripada orang yang mempunyai ‘Ain. Orang yang mempunyai ‘Ain adalah orang dengki jenis tertentu. Setiap pelaku ‘Ain adalah pendengki, akan tetapi tidak setiap pendengki adalah pelaku ‘Ain. Oleh sebab itu disebutkan isti’adzah (memohon perlindungan) di dalam QS. Al-Falaq itu adalah dari kedengkian. Jika seorang Muslim ber-isti’adzah dari kejahatan orang yang mendengki, maka sudah termasuk di dalamnya (isti’adzah kepada) pelaku ‘Ain. Ini adalah termasuk kemukjizatan dan balaghah Al-Qur’an.
-
Kedengkian muncul dari rasa iri, benci, dan mengharapkan lenyapnya nikmat. Sedangkan Al-‘Ain disebabkan oleh kekaguman, kehebatan, dan keindahan.
-
Kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) memiliki kesamaan dalam hal pengaruh, yaitu menimbulkan bahaya bagi orang yang didengki dan dipandang dengan ‘Ain. Keduanya berbeda dalam soal sumber penyebab. Sumber penyebab kedengkian adalah terbakarnya hati dan mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki, sedangkan sumber penyebab Al-‘Ain adalah panahan pandangan mata. Oleh sebab itu, kadang-kadang menimpa orang yang tidak didengki seperti benda mati, binatang, tanaman, atau harta ; bahkan bisa jadi menimpa dirinya sendiri. Jadi, pandangannya terhadap sesuatu adalah pandangan kekaguman dan pelototan disertai penyesuaian jiwanya dengan hal tersebut sehingga bisa menimbulkan pengaruh terhadap orang yang dipandang.
-
Orang yang mendengki bisa saja mendengki sesuatu yang diperkirakan akan terjadi (belum terjadi), sedangkan pelaku ‘Ain tidak akan melayangkan pandangan matanya kecuali pada sesuatu yang telah terjadi.
-
Orang tidak akan mendengki dirinya atau hartanya sendiri, tetapi bisa jadi dia menatap keduanya (yaitu kepada dirinya dan hartanya itu) dengan ‘Ain (sehingga terjadilah sesuatu pada dirinya).
-
Kedengkian tidak mungkin muncul kecuali dari orang yang berjiwa buruk dan iri, tetapi Al-‘Ain kadang-kadang terjadi dari orang yang shalih ketika dia mengagumi sesuatu tanpa ada maksud darinya untuk melenyapkannya, sebagaimana yang dialami oleh ‘Amir bin Rabi’ah ketika tatapannya menimpa Sahl bin Hunaif. Padahal ‘Amir radliyallaahu ‘anhu termasuk generasi awal bahkan termasuk Mujahidin Badr. Diantara ulama yang membedakan antara kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) adalah Ibnul-Jauzi, Ibnul-Qayyim, Ibnu Hajar, An-Nawawi dan lainnya.
Oleh karena itu, setipa muslim yang melihat sesuatu yang menakjubkan dianjurkan agar mendoakan keberkahannya baik sesuatu itu miliknya ataupun milik orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Sahl bin Hunaif : “Mengapa kamu tidak memberkahinya ?”
Yaitu mendoakan keberkahannya, karena doa ini bisa mencegah Al-‘Ain.
Pengobatan Mata Kedengkian
Memandikan Pelaku ‘Ain
Jika telah diketahui pelaku ‘Ain-nya, maka perintahkanlah ia agar mandi kemudian air yang dipakai mandi tersebut diambil dan disiramkan kepada orang yang terkena ‘Ain dari arah belakangnya.
عن أبي أمامة بن سهل بن حنيف أن أباه حدثه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج وساروا معه نحو مكة حتى إذا كانوا بشعب الخرار من الجحفة أغتسل سهل بن حنيف وكان رجلا أبيض حسن الجسم والجلد فنظر إليه عامر بن ربيعة أخو بني عدي بن كعب وهو يغتسل فقال ما رأيت كاليوم ولا جلد مخبأة فلبط فسهل فأتى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقيل له يا رسول الله هل لك في سهل والله ما يرفع رأسه وما يفيق قال هل تتهمون فيه من أحد قالوا نظر إليه عامر بن ربيعة فدعا رسول الله صلى الله عليه وسلم عامرا فتغيظ عليه وقال علام يقتل أحدكم أخاه هلا إذا رأيت ما يعجبك بركت ثم قال له أغتسل له فغسل وجهه ويديه ومرفقيه وركبتيه وأطراف رجليه وداخلة إزاره في قدح ثم صب ذلك الماء عليه يصبه رجل على رأسه وظهره من خلفه ثم يكفئ القدح وراءه ففعل به ذلك فراح سهل مع الناس ليس به بأس
Dari Umamah bin Sahl bin Hunaif, bahwasannya ayahnya telah menceritakan kepadanya : Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pergi bersamanya menuju Makkah. Ketika sampai di satu celah bukit Kharar di daerah Juhfah, maka Sahl bin Hunaif mandi. Ia adalah seorang yang yang berkulit sangat putih dan sangat bagus. Maka ‘Amir bin Rabi’ah – kerabat Bani ‘Adi bin Ka’b – memandangnya ketika ia sedang mandi. ‘Amir berkata : ‘Aku belum pernah melihat seperti sekarang, juga tidak pernah melihat kulit wanita perawan bercadar’. Maka tiba-tiba Sahl jatuh terguling (karena sakit. Maka datang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, apa kira-kira yang terjadi pada Sahl ? Ia (Sahl) tidak bisa mengangkat kepalanya dan sekarang ia belum juga sadar”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya : “Apakah ada seseorang yang kalian curigai ?”. Mereka berkata : “Amir bin Rabi’ah telah memandangnya”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggilnya lalu memarahinya dan bersabda : ‘Mengapa salah seorang diantara kalian hendak membunuh Saudaranya ? Mengapa ketika kamu melihat sesuatu hal yang menakjubkanmu, kamu tidak memberkahi ?”. Kemudian beliau berkata kepadanya : “Mandilah untuknya !”. Kemudian ‘Amir mencuci mukanya, kedua tangannya, kedua sikunya, kedua lututnya, jari-jari kedua kakinya, dan bagian dalam kainnya di dalam bejana. Kemudian (air bekas mandi itu) disiramkan kepadanya (Sahl) oleh seseorang ke kepalanya dan punggungnya dari arah belakangnya. Kemudian bejana terebut ditumpahkan isinya di belakangnya. Maka setelah hal itu dilakukan, Sahl kembali bersama orang-orang dalam keadaan tidak kurang suatu apapun (sehat kembali). ” [HR. Ahmad 3/486 no. 16023, Malik 2/938 no. 1678, dan Nasa’i dalam Al-Kubraa 4/380 no. 7616; dishahihkan oleh Al-Arnauth dalam dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 4020].
Bisa juga pelaku ‘Ain cukup berwudlu saja dan kemudian air bekas wudlunya dipakai mandi oleh orang yang terkena ‘Ain.
عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت كان يؤمر العائن فيتوضأ ثم يغتسل منه المعين
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Orang yang melakukan ‘Ain diperintahkan agar berwudlu kemudian orang yang terkena ‘Ain mandi dari air (bekas wudlu tadi)” [HR. Abu Dawud no. 3880; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/467].
Meletakan tangan ke atas kepala penderita ‘Ain dengan membaca :
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ اللهُ يَشْفِيْكَ بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari setiap sesuatu yang menyakitimu dab dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allah-lah yang menyembuhkanmu. Dengan nama Allah aku meruqyahmu” [HR. Muslim no. 2186].
بِسْمِ اللهِ يُبْرِيْكَ وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيْكَ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ وَمِنْ شَرِّ ذِيْ عَيْنٍ
“Dengan nama Allah, mudah-mudahan Dia membebaskanmu, dari setiap penyakit, mudah-mudahan Dia akan menyembuhkanmu, melindungimu dari kejahatan orang dengki jika dia mendengki dan dari kejahatan setiap orang yang mempunyai ‘Ain (mata dengki)” [HR. Muslim no 2185].
Meletakkan tangan di bagian atas yang sakit dan meruqyah dengan QS. Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas [Muttafaqun ‘alaih].
Abul-Jauzaa’ Al-Bogory
Catatan kaki :
[1] Yaitu apabila salah seorang di antara kalian diminta mandi untuk Saudaranya yang muslim karena dia terkena Al-‘Ain, maka hendaklah ia memenuhi permintaannya dan mandi untuknya.
[2] Yaitu, sesungguhnya Al-’Ain dapat menimpa seseorang kemudian mempengaruhinya hingga (jika) orang itu naik ke tempat yang tinggi kemudian jatuh dari atas karena pengaruh Al-’Ain.
[3] Maksudnya : Sesungguhnya Al’Ain dapat menimpa seseorang hingga membunuhnya lalu mati dan dikuburkan ke dalam kuburan; dan bisa menimpa onta hingga nyaris mati dan disembelih pemiliknya kemudian dimasak di dalam kuali.
[4] Al-Humah adalah setiap sengatan berbisa seperti sengatan ular, kalajengking, dan yang lainnya [An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir 5/120]
[5] An-Namlah adalah nanah yang keluar dari perut (lambung) [idem].
[6] Saf’ah adalah tanda dari syaithan. Dikatakan pula bahwa ia adalah satu pukulan darinya, yaitu cekungan hitam atau kuning di wajahnya [An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir 2/375].
[7] HR. Bukhari no. 3123 dan Muslim no. 2233.
[8] Lihat Al-‘Ainu haqq hal. 28
Artikel : abul-jauzaa.blogspot.com